Menyingkap Sejarah Sekaten Tradisi Kraton Mataram Hadiningrat
SEKATEN BERMULA DARI RITUAL HINDHU PASADRAN AGUNG
Perayaan menjelang peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, sekaten, kembali digelar. Tradisi Islami itu, ternyata bercikal-bakal dari sebuah
ritual Hindhu yang disebut Pasadran Agung. Bagaimana proses perkembangannya hingga menjadi tradisi Islam? Berikut investigasi posmo.POSMO-Ibarat sumur yang tak pernah kering, tradisi sekaten yang telah banyak diulas dari masa ke masa tetap menarik ditelisik. Dua versi, pendapat atau mitologi tentang sekaten yang mengatakan, sekaten berasal dari kata syahadatain dan sesek ati (sesak hati), seperti tak pernah memuaskan semua orang. Maka, pertanyaan seputar sejarah sekaten selalu mengemuka setiap kali tradisi Islami itu dibuka setiap tahunnya.
Anggapan atau mitologi sekaten sebagai berasal dari kata syahadatain, didasarkan pada riwayat sekaten sebagai ajang keramaian (budaya) gelaran Sunan Kalijaga, untuk menyebarkan agama Islam di Demak Bintoro. Sekaten dari kata sesek-ati, didasarkan pada riwayat Prabu Brawijaya V yang dirundung sedih lantaran kerajaannya terancam runtuh. Irama gendhing yang dilantunkan dalam tradisi sekaten, bahkan dipercaya sebagai gendhing ciptaan para wiyaga Majapahit untuk menghibur hati Prabu Brawijaya V. Karena itu, gendhing sekaten dipercaya bisa memberikan berkah ketenteraman, bila didengarkan sunggguh-sungguh.
Kedua anggapan atau mitologi tersebut, memang relevan dengan situasi yang tergambarkan dalam sejarah zaman itu. Namun sebagai sebuah tradisi turun-temurun, sekaten memiliki pangkal atau cikal-bakalnya yang sudah ada sejak zaman raja-raja Hindhu sebelum Brawijaya V, dan sejak Islam belum merebak di Demak Bintoro. Pada zaman Hindhu, keramaian serupa yang digelar setiap tahun itu juga dirayakan besar-besaran. Keramaian yang kemudian menjadi cikal-bakal sekaten ini, dulu disebut Pasadran Agung. Ini Berdasarkan hasil penelitian tradisi sekaten, yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1991-1992.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar